Rabu, 13 Februari 2013, Rabu, Februari 13, 2013 WIB
Last Updated 2022-05-11T04:04:19Z
NewsWisata Kuliner

Bukittinggi: Kota Sejuk yang Bikin Kalap (aran!)

Advertisement
Bukittinggi adalah kota indah yang terletak pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Tidak heran bila kota yang di masa lalu bernama Fort de Kock ini berhawa sejuk dan segar, khususnya pada saat pagi dan malam hari. Referensi Fort de Kock adalah karena benteng pertahanan militer Hindia-Belanda yang dibangun di puncak bukit di tengah kota ini. Benteng itu hingga kini masih menjadi salah satu atraksi pariwisata bagi para pengunjung yang datang ke kota ini. Kota Bukittinggi kemudian mekar di sekitar benteng Fort de Kock ini. Kota berpemandangan indah ini dikelilingi oleh beberapa puncak gunung tinggi, antara lain: Gunung Singgalang (2877 meter) di sebelah Selatan Bukittinggi. Di arah matahari terbenam, menjulang Gunung Marapi, sebuah vulkano yang masih aktif dan sesekali masih menyemburkan api dan awan panas. Sejuknya Bukittinggi membuat kota ini secara alamiah menjadi salah satu “pusat kuliner” utama bagi Ranah Minangkabau, karena orang selalu merasa lapar di kota sejuk ini dan selalu mengingini masakan lezat yang hangat.

Tiga Versi Sate Padang 

Bila Anda datang dari arah Padang, sangat boleh jadi Anda sudah singgah untuk mencicipi kelezatan sate khas Padangpanjang di Rumah Makan SMS (Sate Mak Syukur, 0752 82452). Sate padangpanjang adalah salah satu dari tiga gagrak utama Sate Padang. Yang pertama adalah Sate Padang gagrak Pariaman. Ketiga jenis Sate Padang dibuat dari daging dan jeroan sapi (biasanya lidah, usus, jantung, paru) yang direbus dulu dengan bumbu, kemudian dibakar sebentar. Sate ini kemudian disiram dengan kuah kental gurih-pedas yang terbuat dari tepung beras dengan bumbu intens. Sate Padang gagrak Pariaman memakai saus kental berwarna jingga karena pemakaian cabe yang lebih banyak. Sedangkan gagrak Padangpanjang kuahnya berwarna kuning kunyit. Sate Padang umumnya dimakan dengan ketupat. Sausnya yang melimpah disendok dengan sudu daun pisang. Cara lain untuk menyendok kuah gurih ini adalah dengan menggunakan karupuak jangek (krupuk kulit) yang lebar. Sate Padang gagrak Pariaman biasanya tidak disajikan dengan krupuk kulit, melainkan dengan taburan kripik sanjay (kripik singkong balado). Hampir semua penjual sate di Padang menyajikan Sate Padang gagrak pariaman berkuah jingga ini. Sate Mak Syukur, karena berlokasi di Kota Padangpanjang, tentu saja menyajikan Sate Padang gagrak Padangpanjang. Rumah makan ini boleh dibilang merupakan perhentian wajib bagi wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi dari arah Padang. Kadang-kadang, bila sedang sangat ramai, pada pukul tiga siang, ribuan tusuk sate sudah habis tandas terjual di rumah makan ini. Jenis Sate Padang yang ketiga adalah gagrak Danguang-danguang, berasal dari Desa Danguang-danguang di Timur Payakumbuh. Sate Danguang-danguang ini disalut dengan parutan kelapa sngrai berbumbu, sehingga lebih gurih. Di dekat Jam gadang Bukittinggi kita juga dapat menemukan seorang penjual sate yang menyajikan Sate Padang gagrak Danguang-danguang ini. Harus dicoba ketiga jenis Sate Padang ini agar dapat mengapresiasinya secara komplet. Sajian yang tidak akan pernah saya lewatkan bila berkunjung ke Bukittinggi adalah gulai itiak lado mudo dari RM Ngarai. Tempatnya memang tepat di sisi Ngarai Sianok – ikon pariwisata Bukittinggi (0752 35574, Jl. Ngarai Binuang 41, Bukittinggi). Ini adalah masakan bebek yang digulai dengan cabe muda yang masih berwarna hijau. Sungguh mak nyuss! Di warung ini juga tersedia bebek dalam keadaan beku, sehingga memudahkan untuk dibawa pulang ke jakarta sebagai oleh-oleh. Jangan apriori untuk mengatakan bahwa masakan Minang tidak memiliki menu sayur-mayur. Pengaruh Jawa terhadap kuliner Minang telah menghadirkan pecel yang dalam dialek setempat disebut pical. Salah satu warung pical yang paling populer di Bukittinggi adalah Pical Sikai (0752 23131, Jl. Panorama 19C, Bukittinggi). Uniknya, di samping sayur mayur yang umumnya dijumpai pada pecel, pical memakai rebung dan jantung pisang. Sambal kacangnya encer, namun sangat gurih dan harum. Di Warung Pical Sikai ini juga ada menu lain, yaitu lamang jo tapai – lemang dari ketan putih yang dibakar dalam tabung bambu, disajikan dengan tape ketan hitam yang berair. Lamak bana! Tidak jauh dari Warung Pical Sikai juga ada Pical Ayang yang mempunyai sajian serupa.

Pasar Ateh 

Di pusat kota Bukittinggi, menjulang sebuah ikon pariwisata yang disebut Jam Gadang (Jam Besar). Tepat di sisi Jam Gadang adalah sebuah pasar yang paling besar di Bukittinggi. Pasar ini dikenal dengan sebutan Pasar Ateh (Pasar Atas) karena lokasinya memang harus dicapai dengan anak tangga bertingkat-tingkat dari arah pasar Bawah. Pasar Atas adalah salah satu tujuan kuliner yang seronok di Bukittinggi. Kita mulai dengan RM Simpang Raya yang tepat berada di sisi Jam Gadang. Di pagi hari yang sejuk, kita sudah dapat nongkrong di rumah makan ini untuk menikmati roti goreng talua (roti goreng telur, mirip french toast) dan teh talua (teh telur). Teh telur ini dibuat dari kuning telur ayam kampung yang dikocok sampai berbusa, lalu dituangi teh panas manis. Minuman yang sungguh cocok untuk menghalau malas di pagi yang teramat sejuk. Di siang hari, RM Simpang Raya adalah tempat tujuan makan siang bagi banyak orang. Jangan lewatkan rendangnya yang khas, karena selain memakai daging sapi, di dalam rendangnya dapat ditemukan kentang kecil, atau potongan singkong goreng, atau kacang merah. Untuk rendang jenis ini, gelar juara dipegang oleh RM Selamat di kampung Cina, di sisi Pasar Ateh (Jl. Ahmad Yani, Bukittinggi). Untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh, sebaiknya membeli kontener plastik dari Pasar Ateh dulu. Salah satu bagian Pasar Ateh juga dikenal dengan sebutan Los Lambuang. Lambuang berarti lambung atau perut karena tempat ini memang merupakan pusat pedagang makanan untuk memuaskan lambung kita. Ini adalah tujuan saya untuk mencari katupek gulai paku (ketupat dengan gulai pakis, menu sarapan khas Minang). Sayangnya, sekarang sudah agak sulit mencari menu sarapan Minang dari masa kecil saya di Padang dulu – yaitu ketan kukus dengan kelapa parut berlauk pisang goreng atau talas goreng. Hidangan khas ini sekarang malah sering ditemui di sore hari dari pedagang gorengan yang bermunculan di berbagai penjuru kota. Los lambuang adalah tempat makan murah-meriah di Bukittinggi. Menu sarapan lain yang populer adalah tomat top. Maaf, ini adalah makanan energi yang belum tentu disukai semua orang. Telur ayam setengah matang, disajikan dengan tomat rebus dan disiram susu kental manis. Huaduuuuhhhh! Di dalam Pasar Ateh juga ada jajanan favorit saya, yaitu pisang kapik, puluik durian, dan ampiang dadiah. Pisang kapik adalah pisang kepok bakar, kemudian dipenyet dengan kapik, lalu diberi topping unti (parutan kelapa dimasak dengan gula merah). Puluik durian adalah ketan kukus yang disajikan dengan durian (biasanya dimasak dalam santan dan gula), Sedangkan ampiang dadiah adalah emping dari ketan yang disajikan dengan dadih (yoghurt dari susu kerbau). Sebuah tempat makan legendaris yang tidak boleh dilewatkan di dalam Pasar Ateh adalah Kedai Nasi Kapau Uni Lis. Kapau adalah sebuah desa di dekat Bukittinggi dengan karakter kuliner yang berbeda dari masakan Minang umumnya. Salah satu lauk khasnya adalah gulai tambusu, terbuat dari usus kerbau atau usus sapi yang diisi dengan kocokan telur dan kemudian direbus dan dimasak dalam kuah gulai bersantan mlekoh. Sajian lain khas kapau adalah gulai tunjang (kikil) yang cukup populer di Jakarta. Sayur yang disajikan di warung nasi Kapau tidak hanya sayur nangka muda, tetapi dengan kol, kacang panjang, dan rebung. Ketika Presiden SBY berkunjung ke Bukittinggi, kabarnya sempat memesan nasi bungkus dari Uni Lis. Tetapi, karena alasan keamanan berrhubung tempatnya di tengah pasar yang sangat ramai dan agak jorok, maka Presiden SBY beserta rombongan hanya sempat makan di kedai Nasi Kapau lainnya, yaitu Uni Icah. Terus terang, kini saya kehilangan “pemandangan” masa lalu di kedai Uni Lis. Dulu, Uni Lis duduk di sebuah kursi tinggi. Di depannya adalah cambung-cambung besar yang ditata bertingkat-tingkat dengan semua jenis masakan unggulannya. Pemandangan itu sungguh sangat menerbitkan selera. Uni Lis menyendok lauk yang dipesan tamunya dengan menggunakan sendok dari tempurung bertangkai panjang. Hmm, mengapa hal-hal bagus di masa lalu selalu diubah dan diganti penampilan modern yang dingin dan kaku? 

Tempat Lahirnya Ayam Pop 

 Tidak jauh dari Fort de Kock dan Kebun Binatang Bukittinggi, ada sebuah rumah makan terkenal dengan nama Famili Benteng (0752 21102, 31737, Jl. Benteng Indah, Bukittinggi). Dari ruang makan di rumah makan yang berlokasi di ketinggian ini, kita dapat melihat seluruh area pasar Bawah dan Kampung Cina di bawah sana. RM Famili Benteng adalah tempat lahirnya ayam pop yang kemudian populer menjadi sajian andalan di berbagai rumah makan Padang di seluruh Indonesia. Ayam pop adalah ayam kampung yang direbus dengan santan dan berbagai bumbu, kemudian digoreng sebentar dengan minyak yang tidak terlalu panas, sehingga warnanya tetap pucat, tidak berubah menjadi coklat. Ayam goreng pucat ini sangat gurih, empuk, dan disantap dengan daun singkong rebus dan sambal tomat. Mak nyuss! Bagi saya, ayam pop Famili Benteng memang yang terbaik. Sekali singgah ke sini, paling sedikit empat potong ayam pop saya habiskan untuk sekali makan. Selain ayam pop, sajian andalan lain dari Famili Benteng adalah ikan gurame bakar. Di malam hari, bila Anda masih merasa terlalu kenyang dan hanya ingin makan cemilan yang agak berat, pilihannya adalah Martabak Kubang Hayuda (0752 625950, Jl. Jambu Air). Di rumah makan ini, proses pembuatan martabak mesir dilakukan seperti ban jalan (conveyor belt). Di ujung yang satu, seorang koki senior terus-menerus mengocok telur dengan rajangan daun bawang dan daging sapi cincang bumbu kari. Di bagian tengah, dua orang koki membuat kulit martabak dan mengisi dengan adonan. Di ujung yang lain, dua wajan besar terus-menerus menggoreng martabak. Tiap wajan dapat menggoreng sekaligus 25 martabak. Gorengannya sangat garing dan renyah. Selain martabak mesir, Hayuda juga menyajikan roti canai dan nasi goring. Sudah cukup, bukan, untuk sehari yang mengenyangkan dan memuaskan di Bukittinggi tadi?