Sabtu 17/05/2025

DPRD-Pemkab Agam sahkan empat Perda pembentukan 13 nagari   Ustaz Abdul Somad, Inyiak Canduang, dan Gelar Pahlawan   Mengenal Orang Canduang   Darah Minang (DARAM) Vasco, Umaru Takaeda & Derry Sulaiman   7 Langik - Dayu Koto feat Vasco Rusemy   Wisata dan Kuliner Populer yang ada di Kota Bukittinggi   Masakan Kampung Dangau Pasawangan Candung Koto Laweh   10 Kuliner Paling Enak di Kota Bukittinggi   Tradisi Keluarga H.Abdul Azis di Hari Lebaran 2019   BUKA PUASA BERSAMA KELUARGA BESAR NENEK UMI   Saling Memaafkan di Hari Fitri 1 Syawal 1439 Hijriyah    Inmemorium Prof.Miriam Budiardjo   PUTRA MINANG YANG CIPTAKAN MOBIL LISTRIK TAPI DIABAIKAN DI INDONESIA. SEKARANG JADI ORANG PENTING DI JEPANG...   Mari Berkunjung ke Masjid Bingkudu Ampek Angkek Canduang, Mesjid Tua Bisa Membuat Hati Tenang   Mengenal Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi   Generasi ke 3 dan 4 berhari Lebaran 2017 di Bekasi   Kumpul Keluarga Besar H. Abdul Azis Husin   Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Ulama Karismatik dari Canduang   Inyiak Canduang, Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Kultural   Muhammadiyah Dukung Irman Nyapres  
Rabu, 13 Februari 2013, Rabu, Februari 13, 2013 WIB
Last Updated 2022-05-11T04:05:39Z
NewsWisata Kuliner

Wisata Kuliner Bukittinggi, Lamak Bana!

Salah satu daya tarik Sumatera Barat di mata (eh perut?) saya adalah kekayaan kulinernya. Sebagai penikmat makanan tradisional, kesempatan pergi ke Sumbar adalah sebuah pengalaman berharga untuk menikmati makanan-makanan enak langsung di tempat asalnya. Sejak jauh hari saya sudah menyusun daftar makanan yang harus dicoba di sini. Sebagian berasal dari media yang dibaca, sebagian lagi dari rekomendasi teman-teman.


Pisang kapit dan nasi Kapau adalah dua makanan yang bisa ditemukan di Pasar Ateh (Atas) Bukittinggi. Sebenarnya makanan-makanan ini bisa ditemukan di tempat lain juga, tapi entah kenapa seorang sahabat ngotot meyakinkan saya untuk mencoba makan yang dijual di sana. Pisang kapit yang jadi incaran dijual di belakang Pasar Ateh. Ada beberapa pedagang di sana, tapi Uni Miya mengarahkan kami untuk membeli yang dijual oleh Uni Jun. Uni Jun, seorang ibu yang murah senyum, mencontohkan cara membuat pisang kapit itu. Pisang kepok matang dipanggang lebih dahulu. Kemudian pisang dijepit (bahasa Minang: dikapit) sampai gepeng dan melebar. Jepitan ini seperti dua talenan kayu yang disambung. Pisang gepeng hasil kapitan tersebut kemudian diberi taburan kelapa parut yang dimasak bersama gula merah. Hangat dan manis. Enak!

Jajanan kedua adalah cincau yang kami temukan di dekat Kampung Cina. Berbeda dengan cincau yang biasa saya temukan di Pulau Jawa, cincau ini ditambah sirup khusus. Sirup berwarna hijau itu dibuat dari daun tumbuhan tujuah jurai yang –sesuai namanya- memiliki tujuh jari (jurai). Campuran lainnya adalah jeruk nipis dan air gula enau. Rasanya es cincaunya jadi sedikit asam, agak sepat dan segar. Sungguh khas! Variasi penyajian lain juga bisa didapat dengan mencampur cincau dengan santan kelapa dan air gula enau. Sama enaknya, sama segarnya!
Advertisement
Menjelang sore, kami ngemil makanan lain yang dijual di Jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh. Namanya bika, namun rupanya tidak seperti bika Ambon yang saya kenal. Bahan dan penampilannya jauh berbeda. Bahan utama bika yang ini adalah kelapa parut, tepung ketan, gula dan pisang. Ada bika putih yang menggunakan gula pasir, ada juga bika berwarna coklat muda yang menggunakan gula enau. Saya berkesempatan melihat pembuatan bika di dapurnya. Semua bahan dicampur dengan air sehingga menjadi adonan bika. Adonan tersebut kemudian dibentuk bulat dan dipanggang dalam kuali tanah liat.

Pemanggangan bika dilakukan dari dua arah. Bara kayu bakar mematangkan bika dari bawah, sedangkan api mematangkan bagian atas bika. Setelah dipanggang selama hampir sepuluh menit, bika panas disajikan di atas potongan daun pisang. Menggugah selera! Uni Miya kemudian mengajak kami mencicipi ampiang dadiah yang disebutnya sebagai, “yoghurt tradisional khas Minang” di RM Simpang Raya. Tidak semua rumah makan menyajikan penganan ini. Dadiah yang dimaksud adalah susu kerbau yang difermentasi. Agak asam dan kental. Ampiang adalah beras ketan yang ditumbuk sampai pipih dan kemudian disajikan bersama dadiah dan air jahe gula merah. Rasanya campuran asam, manis, dingin dan hangat sekaligus. Eksotis deh rasanya! Bila anda mengira hanya itu yang kami santap di Bukittinggi, tunggu cerita saya berikutnya mengenai gulai itiak dan nasi kapau. Satu hal yang jelas, Bukittinggi memang benar-benar memuaskan hobi makan enak. Saya bersyukur bisa ke sini, saya bersyukur menyantap makanan tradisional yang enak-enak itu. Makin bangga rasanya pada kekayaan kuliner Indonesia.

sumber : http://travel.detik.com